Oke kawan-kawan sekalian. Setelah lama saya bergalau-ria dan mencari jalan "kebenaran", saya ingin memberikan sedikit wawasan yang saya dapatkan dari berbagai macam orang, entah sahabat, saudara, dan orangtua. Penulis menyarankan untuk bersabar, jangan membanting modem, jangan memberikan makanan pada hewan selain di tempat yang disediakan dan jangan lupa membaca doa sebelum membaca notes ini :D
***
beberapa hari yang lalu (lebih tepatnya berjam-jam bahkan berjuta-juta tahun yang lalu karena saya adalah makhluk primitip :D ), saya merasa bahwa saya bukanlah "saya". Saya tiba-tiba menjadi seseorang yang mudah emosian, ketakutan, tidak mampu berpikir logis, dan mudah marah. Saya kebingung kenapa hal tersebut dapat terjadi pada diri ini. Dalam kebingungan dan kegalauan tersebut, saya berusaha mencari sebuah jawaban tentang masalah tersebut (buset udah kayak lagu padi aja menanti sebuah jawaban tuk memilikimu… :D ). Pada akhirnya, saya bertemu dengan Romo RDS Ranoewidjojo, seorang penulis dan budayawan Jawa. Saya pun bertanya mengapa hal tersebut terjadi pada saya. Dalam pertemuan tersebut, kami mendiskusikan tentang sebuah analogi manusia dengan kereta kuda dalam filsafat Jawa. Hasil diskusi tersebut akhirnya memberikan pemahaman baru tentang diri saya sendiri dan manusia di dunia.
Dalam filsafat Jawa, manusia diibaratkan dengan sebuah kereta kuda berpenumpang dengan empat kuda. Tubuh manusia merupakan rangka kereta kuda; kuda-kuda merupakan penarik kereta kuda; kusir merupakan pengontrol pikiran dan pengarah para kuda; tali pelana antara kusir dan kuda sebagai emosi manusia; dan penumpang dari kereta kuda tersebut, yang merupakan jiwa yang ditiupkan oleh Tuhan untuk menjalani kehidupan di dunia. Setiap bagian dari kereta kuda tersebut merupakan bagian-bagian yang harus berjalan secara bersama sehingga kereta tersebut dapat berjalan sesuai “rel” yang menuju tujuan utama, yaitu menuju jalan kesempurnaan Manusia agar dapat kembali kepada Sang Pencipta atau pulang ke keraton Tuhan.
Kuda-kuda merupakan bagian awal dari kereta kuda tersebut.Kuda yang menarik kereta kuda tersebut terdapat empat buah. Kuda itu adalah kuda putih, kuda kuning, kuda merah, dan kuda hitam. Kuda putih dilambangkan sebagai kuda kebaikan. Setiap manusia diberikan amanah untuk berbuat kebaikan sebanyak mungkin di dunia ini. Kuda putih diibaratkan sebagai pengarah dan pemimpin kereta kuda karena kuda putih diibaratkan sebagai pengarah jalan dari kereta kuda tersebut. Kuda kuning diibaratkan dengan kuda keinginan atau hasrat. Manusia memiliki keinginan, hasrat, nafsu, dan segala macam yang berkaitan dengan keinginan, baik secara negatif maupun positif. Bentuk keinginan tersebut dapat berbentuk secara fisik (contoh : telepon genggam, televisi, dan sebagainya) dan secara non fisik (contoh : keinginan untuk dilindungi, berteman, dan berpacaran). Kuda merah melambangkan dengan kuda energi. Setiap manusia memiliki dan menggunakan energinya dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Contoh kuda merah adalah sewaktu seseorang melakukan suatu tindakan seperti semangat belajar, bekerja keras, bermalas-malasan, dan kecapean, mereka menggunakan tenaga mereka hingga kecapaian. Yang terakhir merupakan kuda hitam. Kuda hitam merupakan kuda yang paling berbahaya karena kuda hitam melambangkan egoisme manusia. Sifat-sifat dengki, benci, dan berpegang teguh pada prinsip seseorang merupakan contoh dari kuda hitam tersebut. Dalam ilmu cina, keempat kuda tersebut diibaratkan sebagai empat elemen yaitu api (kuda merah), angin (kuda putih), air (kuda kuning), dan tanah (kuda hitam).
Bagian kedua merupakan kusir. Kusir merupakan seseorang yang mengontrol arah berjalannya kereta kuda dan mengarahkan lambat atau cepatnya kereta kuda berjalan. Kusir tersebut pun terbagi menjadi tiga bagian. Ketiga bagian tersebut merupakan input, processor, dan output, layaknya cpu yang terdapat pada komputer. Input yang terdapat pada kusir merupakan hasil interaksi antara manusia kepada lingkungan lewat panca indera. Input tersebut terdiri dari penglihatan, pendengaran, perasa, pengecap, dan penciuman. Hasil panca indera tersebut diproses oleh processor. Processor tersebut adalah akal dan pikiran manusia. Setiap manusia diberikan akal dan pikiran untuk mengolah data hasil panca indera tersebut. Proses yang terjadi pada kusir adalah data-data yang ter-input masuk dan mulai mengolah dengan prosessor dan melakukan tindakan (output), memori bekerja mengingat data-data yang di-input, proses pengolahan data-data dan kemungkinan yang muncul untuk merespon input tersebut, dan keputusan yang akhirnya dipilih sebagai output dalam tindakan. Berbagai macam data tersebut diolah dengan berbagai pemikiran-pemikiran yang muncul dalam berbagai situasi. Hasil dari pemikiran tersebut pun menghasilkan reaksi atau tindakan yang merupakan output pemikiran terhadap input.
Bagian ketikga merupakan tali pelana. Tali pelana merupakan emosi yang dimiliki oleh manusia. Setiap manusia pasti memiliki emosi, walaupun ada beberapa orang berkata bahwa mereka telah membuang emosinya. Emosi tersebut muncul sebagai konsekuensi terhadap ekspetasi (harapan) dengan reality (kenyataan). Dalam filsafat Jawa, Tali pelana kuda merupakan penghubung antara kusir dengan para kuda. Bentuk emosi yang muncul pun dapat berbagai macam yaitu marah, frustasi, depresi, bahagia, senang, tertawa, dan sebagainya.
Bagian paling penting merupakan sang penumpang dari kereta kuda tersebut. Penumpang kereta tersebut adalah jiwa manusia. jiwa manusia dianalogikan sebagai seorang penumpang yang ingin pergi menuju suatu tempa dan tempat tersebut adalah kembali kepada Tuhan. Oleh karena itu, sang penumpang tersebut mengetahui betul jalan untuk pulang, meskipun jalan pulang tersebut berliku dan bercabang.
Dalam pemahaman konteks di atas, manusia merupakan makhluk yang diberikan berbagai macam kelebihan oleh Tuhan, terutama akal, emosi, kesempurnaan fisik, dan pemikiran, dibandingkan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Setiap manusia wajib mengontrol dan mengarahkan kereta kuda masing-masing demi menuju tempat tujuan masing-masing. Permasalahan yang muncul adalah apakah setiap manusia mampu mengontrol, menggerakkan, dan mengarah semua bagian kereta kuda tersebut secara sempurna? Lalu, apa definisi sempurna dalam pengontrolan kereta kuda tersebut?
Dalam pembicaraan antara saya dengan Romo, saya menangkap bahwa kesempunaan pengontrolan manusia adalah pengontrolan di mana semua bagian kereta kuda tersebut mengarah pada jalan saling mengasihi antar-manusia (jalan kebaikan). Namun, jalan yang mengarah kepada jalan kasih-sayang tersebut merupakan sesuatu yang cukup sulit karena setiap bagian kereta kuda tersebut memiliki keinginan, fungsi, dan maksud masing-masing. Kuda-kuda merupakan sesuatu yang berkaitan dengan penggerak suatu manusia. Penggerak manusia sendiri bila diibaratkan layaknya pedang bermata dua. Perasaan manusia dapat berkaitan dengan kebaikan (jujur, menghormati sesama, dan semacamnya) maupun keburukan (dengki, hasut, marah). Konteks kuda hanya sebagai penggerak manusia.
Kusir dilambangkan sebagai logika dan pikiran manusia. Manusia diberikan akal dan logika sebagai alat untuk berpikir dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Pikiran manusia tersebut digunakan sebagai pengarah, pengatur, dan pengambil kebijakan terhadap suatu masalah. Sayangnya, pikiran manusia pun juga tidak seratus persen benar dan membawa diri seorang manusia menuju jalan kasih sayang. Mengapa? Setiap manusia memiliki pengalaman hidup berbeda-beda. Pengalaman tersebut mereka dapatkan dari lingkungan tempat mereka tinggal. Pengalaman tersebut membentuk pola pikir dan logika seseorang menjadi relatif. Sebagai salah satu contoh, seorang pria kelaparan karena belum makan selama tujuh hari berturut-turut. Dia tinggal di kota besar sementara dia tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Tidak lama kemudian seseorang datang menawari dia makanan dan kehidupan kaya-raya asal sang pria kelaparan tersebut mau membunuh seseorang untuknya. Dalam batinnya, ia tidak mungkin membunuh orang lain karena sang pria kelaparan tersebut tidak ingin menyakiti orang lain, tapi di sisi lain dia harus makan karena jika tidak makan ia akan mati. Pada akhirnya, dia pun memilih untuk membunuh demi mendapatkan makanan. Setelah ia membunuh orang pertama, dia ditugaskan kembali untuk membunuh korban lain. Korbannya semakin bertambah dan bertambah yang pada akhirnya membuat sebuah pola pikir yang menegaskan bahwa “:jika saya tidak membunuh, saya tidak makan”. Contoh di atas merupakan salah satu contoh yang cukup lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, penghubung antara kusir dan para kuda merupakan tali pelana. tali pelana merupakan alat pengontrol emosi setiap manusia ketika mereka mengalami seseuatu. Manusia menggunakan akal dan pikiran, yaitu kusir, dan empat bagian alam (mikrokosmos) yang terdapat pada manusia, yaitu para kuda. Manusia memiliki berbagai keinginan (kuda kuning). Ketika mereka menginginkan sesuatu, mereka pun mulai berusaha sekuat tenaga (kuda merah). Manusia ingin mendapatkan sesuatu tersebut dengan cara yang halal (kuda putih). Ketika manusia lain berkata bahwa sesuatu yang mereka inginkan atau mereka sedang dalam posisi tertekan, mereka bertekad untuk tetap mendapatkan hal tersebut (kuda hitam). Cara yang digunakan oleh manusia pun berbeda-beda untuk mendapatkan hal tersebut (kusir). Hasil pencapaian terhadap usaha tersebut menghasilkan emosi-emosi tertentu sebagai konsekuensi hasil pencapaian tersebut. Ketika seorang manusia tidak mampu mengontrol emosi mereka masing-masing, hal tersebut dapat berdampak buruk pada diri mereka bahkan dapat merugikan orang lain. Tindakan anak kecil yang merengek meminta sesuatu merupakan salah satu contoh kasus tentang tali pelana. Umumnya, anak kecil langsung meminta kepada orangtuanya ketika dia melihat sebuah benda yang menarik. Mereka akan berusaha berbagai cara untuk mendapatkan benda yang diinginkan seperti dengan cara menarik-narik orangtuanya, memukul-mukul orangtua, berteriak, atau mereka menangis keras. Tindakan-tindakan seperti menarik-narik, memukul-mukul, berteriak, atau mereka menangis merupakan emosi yang muncul sebagai konsekuensi pengharapan mereka bahwa mereka inginkan sesuatu namun kenyataannya, mereka belum mendapatkan apa yang diinginkan. Pengontrolan tali pelana yang baik menyebabkan kereta dapat berjalan terarah, teratur, dan tidak tersasar. Pengontrolan emosi dapat menjadikan seorang manusia mampu mengarahkan, mengatur, dan menerka bagaimana mereka menjalani kehidupan di dunia.
Lalu, bagaimana kita, yang dilambangkan sebagai kereta kuda, dapat mengantarkan sang penumpang? Bukannya sang penumpang kereta kuda kita (dalam filsafat Jawa disebut “Sang Pangeran”- red) mengetahui jalan untuk pergi ke tempat tujuan? Ya. Sang pangeran memang mengetahui jalan pulang. Namun, sekeras apapun sang pangeran berteriak pada kusir, jika kusir tidak mau mengikuti kata-kata sang pangeran, tidak mengendarai kereta kuda dengan tali pelana, dan kuda-kuda tidak mau bergerak, keberadaan sang pangeran hanyalah kehampaan belaka. Yang lebih parah lagi adalah ketika kuda-kuda tersebut bergerak secara asal-asalan atau tali pelana yang mudah putus sehingga kusir tidak mampu mengontrol para kuda, kereta kuda tersebut dapat rusak, bahkan hancur. Manusia pun dapat dianalogikan dengan kereta kuda tersebut. Jika seorang manusia tidak menggunakan dan menyeimbangkan antara perasaan dengan logika, jiwa manusia, yang diberikan untuk berkelana dan hidup di dunia, tersebut tidak dapat pergi ke surga dan bertemu Tuhan. Manusia hidup dan ada di dunia menjadi sebagai khalifah di dunia. Manusia pun diajarkan untuk hidup mengasihi dan hidup bertenggang rasa dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan sebagai “Tangan” kelanjutan dari Tuhan.
Sebagai kesimpulan, setiap manusia diharapkan mampu mengontrol “kereta kuda” masing-masing. Mereka wajib mengatur dan mengarahkan jalur kereta kuda masing-masing menuju arah tempat tujuan sehingga manusia dapat kembali ke pangkuan Tuhan Yang Maha Kuasa. Jalan yang diharapkan, untuk diambil oleh manusia sebagai makhluk ciptaanNya, adalah jalan kasih-sayang. Dengan kasih sayang, manusia dapat hidup bahagia dan mampu mencapai tempat yang terbaik di sisiNya layaknya kereta kuda yang mampu mengantarkan sang pangeran kembali ke keraton.
***
Sekian dari saya, sebagai menuliskan notes yang super bego ini. Kurang lebihnya mohon maaf (kalau pas, jangan lupa tipnya :D ). Saya hanyalah seseorang yang ingin berbagi ilmu pada kawan-kawan sekalian (kalau sudah tahu, jangan lempar bata ya J . saya tidak :repost). Terima kasih untuk kawan-kawan yang mau membaca notes saya. Arigatou Gozaimasu (terima kasih banyak) :D.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar